Terkait dugaan penyunatan uang kompensasi untuk supir angkot yang terjadi secara misterius oleh sejumlah orang tak bertanggung jawab, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi siap mengambil tindakan.
Ternyata ada tiga pejabat yang menjadi sumber pengurangan dana itu.
Sopir angkutan umum di Puncak Bogor berhak menerima dana ganti rugi sebesar satu juta rupiah serta paket bahan pokok bernilai lima ratus ribu rupiah.
Meskipun demikian, setelah dipotong biaya, supir angkutan hanya mendapatkan uang sebesar Rp 800 ribu.
Mana yang uang ganti rugi dikurangi sebesar Rp 200 ribu?
Para pelaku menyatakan bahwa pengurangan bantuan itu didasari oleh kesadaran mereka sendiri.
Meskipun mengklaim bahwa itu adalah dengan niat ikhlas, jumlah uang yang diminta malah ditetapkan hingga mencapai Rp 200 ribu.
Menurut pengemudi angkot yang bernama Emen, mereka hanya menerima pendapatan sebesar Rp 800 ribu.
“Jadi dari pihak ayah begitu, katanya sumbangan ikhlas, tetapi harganya ditetapkan sebesar dua ratus juta rupiah,” ungkap Emen ketika dihubungi oleh KDM melalui telepon.
Enam membongkar identitas orang yang dengan berani mencabut dukungan Dedi Mulyadi kepada supir angkutan kota.
Menurut dia, orang-orang yang melakukan sunatasi tersebut terdiri dari petugas Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor, Organda, serta KKSU.
“Itu Pak dari Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor, Organda, dan KKSU,” jelas Emen.
Sayangnya, dia tidak tahu pasti nama-nama karyawan Dishub Kabupaten Bogor yang menahan bantuan dari KDM.
“Saya tidak begitu mengenal siapa dia, tapi yang pasti adalah pegawai dari Dinas Perhubungan. KKSU pun bukan pemimpinnya, hanya ada beberapa anggota tak resmi,” jelas Emen.
Emen juga mengatakan sebuah nama dari KKSU.
“Siapa yang menanam padi itu? Ketuanya Pak Nandar, beliaunya tahu,” kata Emen dikutip oleh TribunJabar.
Mereka yang menjadi bagian dari Komunitas Seksi pun mengumpulkan dana sebesar Rp 200 ribu per orang.
Tidak tahu, kami hanya dimintakan bantuannya. Dari seluruh komunitas yang terdiri dari 20 orang, semuanya menyumbang Rp 4 juta kepada KKSU.
Menurut Emen, KKSU menyebutkan untuk Dishub sekarang adalah Organda, KKSU.
“Rp 200 ribu dikali 500 sudah cukup, totalnya menjadi Rp 100 juta,” tambah Dedi Mulyadi.
Menurut Emen, alasan para pelaku adalah bahwa potongan itu ditujukan untuk mereka yang menangani penerimaan bantuan.
“Awalnya ditangani oleh orang yang bertugas,” kata Emen.
Dia menceritakan bahwa pada saat pengambilan, uang sebesar Rp 1 juta dibagi menjadi dua amplop.
“Namun ada dua amplop, satu untuk pemiliknya dan satunya lagi untuk sang sopir,” jelas Emen.
Setelah mendengar cara curang itu, KDM menjadi sangat terkejut.
“Mengapa di pisahkan? Saya bukan berbicara tentang pemilik, saya cuma supir saja,” tanya Dedi.
“Terdapat dua amplop yang berisi uang, uang,” menjawab Emen.
Dedi Mulyadi menyatakan tegas bahawa dia tidak memfasilitasi bantuan bagi para pemilik angkutan kota tersebut.
Tidak ada. Aturan saya tidak terbagi menjadi dua dengan pemilik mobil.
“Satu juta rupiah untuk biaya supir ditambah dengan bahan makanan sebesar lima ratus ribu,” terang Dedi.
KDM berpendapat bahwa perbuatan itu mencakup unsur premanisme.
“Begitu adanya, ini semacam kekerasan terstruktur. Preman dengan atribut resmi,” tegas Dedi.
Kuatkan oleh KDM, ketiganya akan dihadapkan pada proses hukum secara terbuka.
Jika kelak saya melapor ke pihak berwajib untuk menangkap orang yang memotongnya, apakah Bapak bersedia menjadi saksi?
“aku backup, gubernurnya juga backup,” ujar Dedi.
“Minta saja ini menjadi urusan hukum,” kata Dedi dengan tegas sekali lagi.
Komentar