government news politics politics and government politics and law
Beranda / politics and law / Menteri Trenggono Sebut Jokowi Masih Bosnya, Ahli: Langkah Tak Etis Menurut Aturan

Menteri Trenggono Sebut Jokowi Masih Bosnya, Ahli: Langkah Tak Etis Menurut Aturan

Menteri Trenggono Sebut Jokowi Masih Bosnya, Ahli: Langkah Tak Etis Menurut Aturan


JAKARTA, Kareba Nusantara

Direktur Eksekutif dari Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, menganggap klaim Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tentang Presiden ketujuh RI, Joko Widodo, sebagai atasan tetapnya, merupakan hal yang tak pantas.

Yunarto Wijaya menyampaikannya saat berpartisipasi dalam dialog Sapa Indonesia Pagi yang bertemakan ‘Menteri Kunjungi Jokowi, Isu ‘Mata Hari Kembar’ Mengemuka’.
Kompas TV
, Kamis (17/4/2025).

“Detik itu merupakan saat Lebaran, kita berspekulasi bahwa tidak ada hal mencolok, mengingat Ibu Sri Mulyani dan Pak BGS (Budi Gunadi Sadikin) juga berkunjung ke rumah Ibu Megawati, bisa jadi beberapa menteri pun hadir di kediaman Pak SBY,” kata Yunarto.

“Tetapi jika kita bahas poin tersebut dengan lebih rinci, pernyataan bukan berasal dari beberapa menteri, tetapi langsung dari Mas Trenggono yang menyebut ‘masih bos saya’. Saya pikir hal ini kurang tepat berdasarkan aspek-etika dalam urusan negara,” tambahnya.

Yunarto mengatakan bahwa pernyataan yang dibuat oleh Sakti Wahyu Trenggono berada di bawah tanggung jawabnya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, posisi yang kini menjadi wewenang pendukung langsung Presiden Prabowo Subianto.

Rusia Tertarik Beruji Coba dengan Timnas Indonesia, Kapan Ya Enaknya?

Selain itu, Yunarto mengkritik bahasan tentang “matahari kembar” yang tak pernah ada saat transisi kekuasaan dari Megawati Soekarnoputri kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), atau ketika SBY berpindah ke Joko Widodo. Menurut Yunarto, interpretasi umum seputar matahari kembar bermula lantaran Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, kini menjadi wakil presiden.

“Memang ini adalah sesuatu yang aneh, karena jika kita menginterpretasikan kata ‘keberlanjuan’ dengan makna harfiah, maka putra dari seorang bekas presiden malah akan diposisikan sebagai calon wakil presiden. Jadi, apabila kita menelaah hal tersebut dengan kritis, bisa saja muncul pertanyaan: Bagaimana posisi Wapres bernama Gibran? Apakah dia lebih banyak bertemu dengan Pak Prabowo atau dengan ayahnya sendiri yang pernah menjadi presiden?” ujar Yunarto.

“Orang pasti bertanya apakah Gibran lebih setia pada Prabowo atau pada ayahnya sendiri, Presiden terdahulu. Pertanyaan semacam ini tentu timbul dengan sendirinya dan bagi saya hal tersebut merupakan bagian dari proses belajar demokrasi,” tambahnya.

Maka, sebut Yunarto, tidak perlu mentranslasikan demokrasi atau keberlanjutan dengan sesuatu yang dapat mengundang kontroversi semacam ini.

Pertanyaan penting lainnya adalah, meskipun kita ingin membicarakan tentang matahari kembar, itu menjadi aneh jika adanya dugaan matahari kembar ditujukan pada orang lain bukannya Gibran. Jelas sekali bahwa Gibran, yang berada resmi di sisikanan Presiden dan memiliki wewenang,” kata Yunarto.

Warga Pinrang Temukan Dua Mortir Diyakini Ditinggalkan Jepang, Polisi Menghancurkannya

“Biasanya masalah ‘matahari kembar’ ini ditujukan pada wakil presiden yang dianggap memiliki kekuatan atau pengaruh melebihi batas seperti semestinya, yaitu hanya sebagai asisten presiden,” tambahnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com