Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa negosiasi langsung dengan pemerintahan Amerika Serikat tentang bea masuk yang diimplementasikan oleh Presiden AS Donald Trump adalah solusi ideal untuk memelihara kinerja sektor nelayan dalam negeri. Ia mendambakan pengurangan defisit neraca perdagangan antar kedua negara ini bisa dicapai melalui peningkatan pembelian produk-produk ekspor lainnya dari Amerika Serikat.
“Tindakan presiden untuk memperluas pembelian barang-barang lainnya dari Amerika Serikat dapat membantu menjadikan perdagangan ikan dengan AS menjadi biasa lagi. Ini adalah proses perundingan langsung antara kedua belah pihak dan saya sepenuhnya mendukung ide tersebut,” ungkap Sakti saat menghadiri acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkokoh Ketahanan Ekonomi Nasional di Jakarta pada hari Selasa, 8 April.
Meskipun begitu, Sakti menggarisbawahi bahwa meningkatkan konsumsi ikan dalam negeri adalah langkah antisipatif jangka panjang. Ia berpendapat bahwa ini sangat diperlukan supaya sektor perikanan nasional tak tergantung sepenuhnya pada permintaan dari luar negeri.
Sebaliknya, Sakti mengatakan bahwa hingga kini belum ada keluhan dari para eksportir ikan lokal tentang rencana pengenaan tariff tambahan untuk produk ekspor mereka ke Amerika Serikat. Perlu dicatat, kenaikan tarif itu baru mulai diberlakukan pada hari ini, Rabu (9/4).
- Prabowo Mendorong Anggota D-8 untuk Memperkokoh Sektor Industri Halal dan Nelayan
- Menteri Kelautan dan Perikanan Usulkan Penyerahan Proposals Untuk Impor Garam Industri, Sementara Mutu Garam Dalam Negeri Belum Tinggi
- FAO dan KKP Kerjasama Melindungi Ekosistem Perairan Tidak Asin Lewat Program IFish
Namun, Sakti menyatakan bahwa dia tengah mengevaluasi pengaruh kenaikan tarif terhadap hasil ekspornya ke Amerika Serikat. Pasalnya, persaingan produk lokal bisa merosot karena pembeli di negeri berjuluk Hollywood itu harus membayar tambahan biaya hingga 32% dari harga jual asli.
Kementerian Perdagangan melaporkan bahwa Amerika Serikat adalah pembeli ikan terbesar di dunia dengan nilai impor sekitar US$ 21 miliar. Jumlah ini menyumbang sebanyak 15 persen dari seluruh produk perikanan yang diimpor secara global tahun kemarin.
Barang-barang impor utama dari Amerika Serikat mencakup udang, salmon, tuna, serta ikan daging putih. Pada tahun 2024, Indonesia berhasil mengirim barang dengan nilai impor sebesar US$ 1,15 miliar ke Amerika Serikat, yang menyumbangkan 5,5% dari seluruh volume impor produk perikanan negara tersebut.
Sekarang ini, Atase Perdagangan dari Indonesia yang berada di Washington D.C., Ranitya Kusumadewi, bertujuan menjadikan negara kita sebagai penyuplai utama ikan kerapu merah di Amerika Serikat. Ia mengatakan bahwa kerapu merah sangat diminati di pasaran AS, khususnya oleh industri perhotelan dan restoran.
Ranitya mengamati bahwa konsumen di Amerika Serikat memandang ikan kerapu merah sebagai hidangan yang lezat berkat teksurnya yang halus dan rasanya yang manis, selain juga karena kapabilitasnya dalam menyerap rempah-rempah dengan sempurna, sehingga membuatnya menjadi favorit bagi para pembeli. Rantia optimistis kualitas serta citarasa dari ikan kerapu merah asal Indonesia mampu bertahan dan disukai di tengah persaingan pasar AS yang ketat.
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyerukan agar Menteri Perdagangan Budi Santoso cepat mengambil tindakan atas pengumuman kenaikan tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump. Keputusan tersebut dipandang memiliki dampak signifikan terhadap Indonesia.
Dia menjelaskan bahwa peningkatan tariff impor dapat mempengaruhi harga produk yang masuk, dengan demikian merangsang kenaikan biaya bagi pembeli akhir dan mengurangi kemampuan masyarakat untuk membeli. Rieke mencatat bahwa eksportasi utama Indonesia ke Amerika Serikat seperti tekstil dan rajutan termasuk jersey, sepatu, minyak kelapa sawit, udang dan ikan, serta peralatan listrik akan terkena dampaknya.
“Bila kemampuan pembelian masyarakat Amerika merosot, tentu saja permintaannya terhadap produk dari Indonesia akan berkurang. Dengan penurunan demand tersebut, maka produksi di Indonesia juga ikut mengalami penurunan,” jelas Rieke.
Komentar